Sunday, February 8, 2009

Potret (Majalah) Afkar

Sebermula— hingga kini—seberhingga

Kemarin, beberapa waktu yang lalu(04/02) telah kumpul bareng, kumpul perdana kita stelah Ujian Term I. Sedikit banyak kita telah temu kangen, sapa sana sekligus ke-sini. Dengan canda sedikit, mungkin, juga bicara serius, setidaknya itu semua membuat kita (para afkarian semua) bisa menghela nafas sejenak; Ditunjang untuk bersedia se-penuh hati untuk mengerenyitkan ‘jidat’, berfikir. Berfikir tentang afkar. Berfikir, apakah masih ada celah yang perlu “disumpal” di afkar? Instropeksi(?)

Setidaknya, kita telah bersama selama ‘empat’ bulan; ber-jalan. Kurang lebihnya, barangkali(?). Kita yang pertama melihat afkar dari “luar”(pakai tanda petik) tentu ada sedikit banyak “catatan” ketika kita(afkarian semua) ber-cengkrama langsung; alias melihat dari dalam(tanpa tanda petik). Langsung transparan tanpa penutup “kain” sehelai pun. Maka tentu, kadang kita lalai untuk memberi catatan di diri kita, sendiri. Di afkar tercinta. Malah “catatan” itu, alias otokritik yang membangun, mungkin, malah kurang dibudayakan. Mungkin, masih proses. Saya masih sangat maklum, mengingat kita baru di tengah jalan. Baru saja memulai. Ibarat “bunga mawar” belum merah merekah. Ibarat “cinta” itu masih menggantung. Atau, bahasa lainnya, belum “berganti status”; realis-nya. Tak ayal, masih bejibun waktu bisa kita maksimalkan.

Afkar: nota bene-nya, sebagai media pemikiran Islam ber-slogan ‘Canal Ide Segar’ memang selayak-patutnya tetap mempertahankan prinsip-prinsip yang bersifat primer. Semisal, untuk afkariannya, selalu berusaha keras, diimbangi tips-tips canggih-jitu, guna bisa mencapai apa yang bisa kita bilang sebagai kelayakan. Kita bilang sebagai ide awal kita gabung: bisa membaca, menganalisa dan menulis; begitu juga saya.

Membaca, merupakan pondasi dasar afkar untuk terus bisa tetap konsis-eksis dengan slogan “canal ide segar”. Syarat awal kita, dengan standard yang paling minimal, kita harus bisa bercinta dengan buku. Ini yang telah disinggung secara lugas-jelas oleh kak Muhib(Fas-alu Ahl Dzikri) ketika kumpul di Ma’rold(di taman depan Hall 6); disokong penjelasan yang, menurut saya, sangat baik untuk direalisasikan, dinyatakan. Baik dari segi pemilihan buku secara sistematis. Toko buku beserta letaknya. Dan, sedikit-seklumit yang ber-kait dengan perpustakaan di Kairo; dilengkapi “daleman”-nya.

Menganalisa dan Menulis, menurut saya, adalah re-aksi lebih lanjut dari ber-cinta kita dengan buku. Kita membaca tanpa menganalisa akan terjadi pembacaan yang eksklusif-ortodoks; alias cenderung monoton. Membaca dan menganalisa tidak diiringi dengan latihan menulis, maka ada separuh dari, sekali lagi menurut saya, Ilmu yang kita serap akan cepat hilang. Minimal lupa. Begitu juga kita akan me-rugi. Karena kehilangan keterampilan yang seharusnya kita bisa maksimalkan: menulis. Menulis, dengan berlatih menggunakan media Blog, worpress, dan, minimal buku harian(seperti: Ahmad Wahib), juga bisa menyegarkan Jiwa. Menulis bisa memberi harapan: kang Faizin(direktur SMA Tahun kemarin) Punya Filmnya. Filosofi menulis.

Maka ketiga kunci yang, katakanlah, penting; meski menurut saya, sudah seyogya-nya kita maksimalkan. Sudah selayak-mestinya tidak kita sia-sia kan. Mumpung kita masih di Mesir, Aji Mumpung. Pasalnya, kalau kita, jika tidak melakukan apa yang telah saya tuliskan: membaca, menganalisa dan menulis, maka termasuk orang yang me-ru-gi. Sekali lagi merugi. Barangkali(?). Ini, itu, bukan hanya dilakukan seketika, dan hanya ketika kita kumpul di tanggal 05 untuk SMA dan 20 (pesantren afkar dan rapat redaksi), namun lebih dari itu. Harus setiap kita ber-na-fas. Setiap kita, seketika, bola mata belum ter-tu-tup. Semangat seperti ini harus selalu ditanamkan, dengan bergegas saling mengingatkan jika ada yang te-le-dor.

Dalam segi teknis-birokratis, kita layak senang. Pinum dan pimred beserta rekan-rekan “punggawa” kita masih solid. Masih tetap selalu ceria dan energik. Kegiatan-kegiatan kita sudah selayak-lazimnya berjalan. Meski ada beberapa “catatan”, pasal ‘waktu’ sebagai misal. Tapi kita tetap solid. Baiknya, laiknya kita sebagai Team, barangkali, dari Afkarian semua selalu meng-kontrol kinerja masing-masing rekan. Masing-masing dari staf redaksi dengan job yang telah di tetap-tentukan, juga, tidak menutup kemungkinan ada proses saling mengingatkan dari sesama rekan afkarian; jika ada yang kurang ‘sreg’. Dan ini harus. Tepo seliro, tenggang rasa dan, dialog positif tetap diperjuang-tahankan. Jangan, saya harap, ada yang cepet “mutungan”. Baru sedikit ada catatan sudah mutung. Saya harap tidak ada di mental rekan afkarian semua. Semoga(?)

Sekiranya, saya akhiri tulisan saya. Sebermula-seberhingga yang tentu perlu banyak “catatan”. Pasalnya, banyak hal yang belum saya tulis secara lugas-jelas. Web site, formula ciamik tentang pesantren Afkar, dan penerbitan afkar yang kadang juga “ngadat”. Hal ini, tentu dibutuhkan ide, pemikiran dan langkah nyata dari kita, rekan Afkarian semua. Sekali lagi, Ide-pemikiran dan langkah Nyata. Nah, barangkali, guna saling tukar pikiran, atau sharing ide, bisa memaksimalkan Milis. Ketika bertemu; meski pun di jalan. Dan, saya sengaja, tidak terjebak dengan struktur-birokratis di Afkar dalam tulisan. Misal tidak bersibuki dengan, di mana Posisi Redaktur Ahli, Editor, dan beberapa yag lain; hal ini, bukan karena kurang “ber-sembah sujud-nya” alias kurang hormat saya pada mereka. Tapi, menurut saya, di dalam milis, kita harus memposisikan berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah; meski di dunia nyata berbeda. Tidak sesuai dengan konsepsinya. Diharapkan dengan ini, dialog bisa lebih cair. Bisa lebih rileks dan semua bisa menyumbangkan idenya tanpa ada “bayang-banyang”. Bagaimana rekan-rekan Afkarian? Ada catatan(?)

No comments: