Sunday, February 8, 2009

Afkar Perdana

Afkar Pembuka(-an);
Wejangan Para Senior “Mengalir”

Tercatat, terhitung semenjak 30 Januari 2009, Imtihan Term I selesai. Banyak organisasi(Ormas, Kekeluargaan, study club, bahkan PPMI sendiri) bergegas membuka Kegiatan; tak terkecuali Afkar.

Kemarin, Selasa (04/02), resmi membuka kegiatan dengan mengadakan jalan-jalan bareng dan sharing Ide ke Ma’rodl. Dalam acara ini turut hadir seniot afkar; baik yang masih di Kairo(Mesir) maupun di luar(Belanda): senior Munirul Ikhwan yang melanjutkan study di Leiden, Belanda; senior Mawhib yang baru menyelesaikan program S1 di Al Azhar Kairo-Mesir dengan taraqum jayyid, dan senior Ginandjar Sya’ban(Atjeng) yang beberapa waktu lalu ‘berganti status’ dan, sekarang koresponden NU Online untuk kawasan Timur tengah. Dan tentu, juga afkarian hadir begitu antusias setelah genap satu bulan ‘cuti’ untuk Ujian Term 1.

Acara dipandu oleh Editor Afkar(Miqdam Makfi) dan dibuka langsung oleh Pinum afkar 2008/09, saudara Ilan Muhammad. Lalu dilanjut ‘wejangan’ dari para senior.Kesempatan pertama, oleh moderator diserahkan kepada yang baru ‘berganti status’, mas Atjeng. Lalu Kak Mawhib dan, terakhir, sekaligus pamungkas, diserahkan kepada Kak Munir Ikhwan. Acara ditutup dengan beberapa patah kata dari Pimred (Khozin dipo) guna memberikan gambaran utuh-rinci agenda afkar ke depan.

Dialog, Nostalgia “Para Senior”
Setelah usai prakata-sambut kepada afkarian, dengan memberi ucap-selamat karena telah menyelesaikan Imtihan. Pinum Afkar, saudara Ilan, juga mengingatkan, meski dalam nuansa liburan para afkarian jangan abai dengan tugas dan tanggung jawab; tetap dipertahankan semangat afkarian: membaca dan menulis, mungkin, bisa ditambah optimalisasi itu. Kemudian Pinum memberikan gambaran global aktivitas kerja afkar untuk jenjang sampai menjelang imtihan term II mulai, namun dari semua itu, ada yang tidak boleh hilang: semangat dan konsistensi afkarian, tetap berpegang slogan: Canal Ide Segar.

Diawali moderator memperkenalkan satu sama lain para senior, kecuali kak Mawhib(bukan karena Apa, tapi udah pada kenal semua) pada afkarian semua; beserta sedikit gambaran kiprah para senior di Afkar; NU secara Umum. Kemudian mempersilakan Mas Atjeng, yang mendapat kesempatan pertama dari moderator, untuk memberi ‘wejangan’ pada afkarian semua.

Saudara Atjeng: diawali dengan Tanya, mang tahun ini afkar jadi GAM (Gerakan Anti Madam)lagi? Mungkin, Tanya ini muncul, karena masa beliau di Afkar tidak ada Madam sama sekali, tapi malah menjajah madam di tempat lain. Sambut tawa dari semua afkarian setelah nyletuk tanya Mas Atjeng tadi, menceritakan nostalgia di Afkar sampai ‘berganti status’; sekaligus pengalaman beliau di Tanah air sampai ke Kairo lagi. Menurut pangalaman beliau, berikut analisa cerdas: “Afkar sebetulnya mempunyai Potensi yang besar untuk meraih sesuatu yang lebih dari sekedar selama ini”. Lanjut Mas Atjeng, ini terbukti, sekarang Afkar sudah mempunyai Web site yang cantik, majalah yang sarat dengan kualitas, baik segi luar(cover,lay out, dan tanggapan bersahabat dari Masisir) pun juga dari segi subtansi isi di dalam Afkar Itu sendiri. Disamping itu, kita(Afkar) juga mempunyai tenaga ahli yang bukan lagi banyak, tapi sudah menjamur. Nah, namun, terkadang kita kurang memaksimalkan itu semua. Kurang koordinasi satu sama lain, kurang saling mengisi. Namun, kesempatan masih terbuka lebar. Mumpung masih Di sini(Kairo). Ini bisa diperbaiki, dengan memaksimalkan semua yang ada di dalam lini-segi Afkar. Baik teknis maupun stimulan-stimulan yang berkait-kelindan. Di lain sisi, para ‘punggawa’ afkarian harus terus-menerus memacu diri guna mencari formula yang lebih pas-tepat untuk kelangsungan perjalanan afkar, yang lebih baik-manfaat, ke depan.

Sedang mas Mawhib, yang kebetulan mendapat kesempatan kedua, menceritakan tentang peran penting maktabah, buku dan, berikut ‘resep’ jitu untuk memaksimalkan itu semua secara sistematis.

Pertama, kata Kak Mawhib, di Kairo selain kita harus menyelesaikan tugas penting-formal di Al Azhar, baiknya kita tidak mengesampingkan sisi-arti yang bersifat “Kultural Positif”, salah satunya Maktabah dan Buku. Untuk maktabah, beliau memberikan gambaran situasi, tempat dan apa saja yang harus dilakukan ketika kita mau ke Maktabah. Semisal, untuk persiapan, paspor, Carneh, dan beberapa persyaratan untuk memasuki Maktabah(perpustakaan). Kemudian, dilanjut, memberi tahu pada afkarianssemua, tempat-tempat maktabah(toko buku) di Kairo, berikut beberapa buku-buku yang bisa didapat; di tempat tersebut.begitu juga di Ma’rodl sendiri. Semisal, di Hal 4B dan7, di samping Azbakiya, merupakan tempat wajib dikunjungi. Begitu pula di luar Ma’rold: madbulli di rob’ah dan Tahrir, sebagi misal. Meski buku-buku bagus, tapi juga harus hati-hati karena akan merusak “kantong”, alias cepet Bokek.

Sedang untuk sedikit-seklumit pasal buku, Kak Mawhib memberikan penjelasan berdasar jenjang tahun secara sistematis. Dari yang bersifat umum, sampai khusus. Untuk awal kedatangan, anak baru, baiknya kita membeli-membaca buku yang bersifat umum. Semisal, madkhol fî ‘ilmi falsafah, dan kitab-kitab tarikh: Fajrul Islam, Yaumul Islam punya Dr. Ahmad Amin sebagai misal. Kemudian, setelah ini tuntas, dilanjut merambah ke buku-buku kontemporer. Hal ini dimaksudkan untuk melatih sensitif dan kritis kita pada perkembangan paling mutakhir. Semisal, kitab Tarikhnya Arkoun, buku-buku Jabiri dan Husein Murûwah. Lalu, kita baru mengkritik mereka. Ini ditempuh setelah buku-buku kontemporer itu dilahap dengan matang; dan konseptual mendalam. Sedang untuk tahap terakhir, bagaimana pun, kita harus kembali ke Tûrats. Ini dimaksudkan, setelah kita mempunyai paradigma kritis-progresif, maka ketika kembali ke tûrats kita tidak “bernostalgia” dengan itu, tapi mencipta cara-pola baca baru. Dan progresif. Maka manfaat kepada umat akan lebih dari sekedar menelaah dan membaca secara literal-radikal, tapi lebih berasa dan nyata. Di samping itu kita tidak “matang” secara kar-bi-tan alias belum waktunya dan, barangkali, selesai dengan Khusnul khotimah, bukan sebaliknya.

Kesempatan berikutnya, sekaligus pamungkas, diserahkan pada Mas Munir. Seperti Mas Atjeng, beliau juga memberikan sedikit sejarah beliau di Mesir, khususnya di NU, sampai ke Negeri Kincir angin, Leiden-Belanda. Di mesir, beliau sempat “menggawangi” membawa Afkar selama dua tahun: di masa mas Danial dan mas Atjeng. Juga, menjadi pimred Nuansa di tahun 2005-06.di samping itu, diberi kepercayaan menjadi Sekjen(sekretaris Jenderal) PCINU Mesir 2004-2006; Di masa Gus Faiz.

Sedang untuk perjalanan sampai ke Leiden, ungkap beliau, ini tidak lepas dari “berkah” saya di Afkar dan NU sendiri. Di Afkar, karena salah satu persyaratan ke sana harus mempunyai Rekomendasi dari negeri study satu dan dua dari dalam negeri. Di Mesir saya, dengan bantuan mas Mawhib beserta rekan-rekan Afkarian, meminta ke Romo Hasan Hanafi. Untuk di tanah air, kebetulan, di sana ada Mas Khayyin( wakil ketua tanfidziyah di masa Pak Bukhori): Dengan bantuan mas Khayyin, saya bisa meminta rekomendasi dari pak Maskhuri(bagian pendidikan dan sosial budaya PBNU). Dan kurang satu, saya meminta ke pak Masdar Farid Mas’udi. Mengingat, tahun 2003 ada acara LP3M di Kairo. Dengan mengantongi tiga rekomendasi, dan menyempurnakan toefl sampai 550, alhamdulillah saya bisa berangkat ke Leiden, cerita Mas Munir dengan santun.

Belanda dengan Mesir tentu bagaikan Air dan Minyak. Tidak bisa ketemu. Namun bisa dikomunikasikan, tinggal kita yang menyesuaikan. Di kairo, menurut analisa Gramsci, otoritas tertinggi masih di pegang oleh Ulama alias agama masih menjadi prioritas. Di sana, entah nomor ke sekian. Untuk sistem, kita di Mesir(Al Azhar), paling-paling hanya dua bulan kuliah, itupun karena Ujian. Di sana, untuk yang study, mulai senin sampai Jum’at wajib kuliah. Itu belum ditambah bejibun tugas paper dan membaca untuk presentasi setiap pertemuan kuliah, maupun dengan dosen. Maka tak ada waktu santai selain hari sabtu dan minggu. Dan bisa dimengerti pula, banyak dari orang belanda(baik pribumi maupun non pribumi) sangat menghargai masalah privasi. Misal, tidak dengan mudahnya kita mempunyai nomor HP setiap rekan kita, kecuali yang sudah dekat. Sedang komunikasi aktifnya harus menggunakan Email. Terakhir, untuk budaya, di Belanda sangat menjunjung tinggi kesetaraan. Bagi orang Belanda Aib jika ada diskriminasi. Ada rasis. Apalagi fasis. Maka kedudukan dan keamanan di sana, bukan berdasar, orang itu dari mana, namun lebih ditekankan pada hak asasi manusia, dengan timbangan hukum yang berlaku. Apalagi demokrasi di sana sudah dewasa.

Setelah usai para senior menyampaikan “wejangan”, kesempatan tanya pun diberikan pada afkarian semua. Disambut antusias: terbukti mulai tanya yang bersifat internal, semisal, seklumit sedikit tentang afkar; gimana biar lebih baik. Dan juga sesuatu yang berkait tentang akulturasi budaya, tukar pengalaman dan lain-lain.

Setelah diskusi-dialog dengan durasi lumayan panjang. Acara ditutup dengan prakata penjelas dari pimred, Khozin dipo, yang berkait tentang afkar ke depan. Sekaligus memperjelas apa-apa yang telah disampaikan oleh saudara Ilan di depan tadi. Salah satu agenda afkar diwaktu dekat ini adalah afkat terbit minimal 3 kali sampai menjelang ujian dan penerbitan awal di tanggal 20 Februari, sekaligus kita akan kumpul untuk pesantren Afkar. Tapi untuk segi teknis akan dibicarakan lagi oleh para “penjaga gawang” afkar di belakang layar.

No comments: