Saturday, May 9, 2009

Isue Antasari(?)


Nasruddin Terbunuh, Antasari (jadi)tersangka?
Asmara, Kepentingan(Konspirasi) dan, barangkali, Nama Baik Institusi


Beberapa hari-minggu terakhir ini, berita kian panas-seru-menarik. Informasi di dunia maya, cetak, audio-visual semakin semarak dan rame. Tak ayal nilai jualnya pun melangit. Sungguh?

Mulai dari kancah politik: Pecah Kongsi partai Demokrat-Golkar. PDI Perjuangan yang Ngotot dengan Gerindra untuk menempatkan Posisi berkait Pilpres: bingung mencari dan mau jadi Cawapres. PAN yang, barangkali, mulai ‘Oportunis’ dengan ingin menjalin Koalisi dengan Demokrat bersyarat 'Ongkos' cawapres; di mana sebelumnya Partai ini mendeklarasikan sebagai “mitra kritis” pemerintah. PPP hampir mengguna ‘langkah kuda’ untuk koalisi; bahkan, hampir pecah. Tak ketinggalan salah satu ketua DPP juga di tangkap KPK berkait dugaan kasus korupsi, dan beberapa partai ‘Gurem’ yang tak jelas nasibnya. Aneh.

Tak kalah menarik-memukau hingga kita, meski dengan sedikit merasa getir-aneh, harus melirik awas berkait kasus dugaan pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Utama PT. Rajawali Putra Banjaran. Terbilang menarik karena menyeret beberapa ‘orang penting’ di Negeri ini, tak ketinggalan salah satu ketua KPK(Non-aktif), Antasari Azhar. Dan pada senin(04/05) kemarin resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian ; katanya, sebagai Intellectual dadder(turut serta secara intelektual), meski masih simpang siur. Dengan sigap seketika KPK me-nonaktif-kan Antasari sebagai Ketua KPK sementara, dan dia sementara tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang strategis; secara simpatik Antasari pun ikut dalam rapat pengambilan keputusan itu.

Kuat dugaan sementara motif pembunuhan adalah berkait (perebutan)perempuan: Rani istri ketiga Nasruddin yang dinikahi dengan ‘ bawah tangan’, meski ada beberapa pihak yang bilang, barangkali ada konspirasi di belakang semua ini. Mungkin?

Personal atau Konspirasi
Sub. judul di atas pernah dibuat judul salah satu program acara televisi berita: Barometer. Sengaja saya pakai lagi, karena sangat menarik dan dalam, juga tak ada bias. Apa adanya, dan kemungkinan juga bisa lahir di situ; dari interpretasi sub. Judul itu.

Secara normal-wajar, sangat mungkin untuk bisa dibenarkan: seorang pejabat tinggi negara terbelit kasus yang remeh-temeh, perempuan. Dan, katanya, ini bukan rahasia lagi. Juga ini bukan yang pertama di negeri ini, di dunia ini: Presiden Gus Dur pernah terkena Isu ini, Presiden Bill Clinton tak mau ketinggalan, dan, sepertinya, jika kita telusuri hampir jamak dilakukan banyak orang penting-pejabat negara, barangkali. Tapi ketika yang dijadikan “ajang friksi istri ketiga”, meski dia cantik-lembut-anggun( dan beberapa predikat-prestisius lain yang melingkarinya), akhirnya itu menjadi luar biasa; tak salah jika dibilang aneh, meski konyol kedengarannya.

Muncul pertanyaan: ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Terkesan, itu hanya “guyonan belaka”, atau masyarakat yang mencoba melawan logikanya sendiri: tak mungkin pak Antasari melakukan itu, kalau yang lain mungkin saja(SHW, WW, GE, Gun dan lain-lain). ‘Konspirasi’ barangkali?

Apalagi, menurut salah satu keluarga korban: Andi Syamsudin, adik Nasrudin(korban), kenapa pada saat, dalam waktu dua belas jam, pas setelah kakak saya ditembak, seolah-olah ruang Uni Gawat Darurat seluruh jakarta yang canggih ini, penuh? Kenapa kakak saya hanya dirawat di rumah sakit yang biasa, kenapa pihak yang berwenang tidak mengambil tindakan penyelamatan dengan cepat-tepat? Wajar bila ada yang meyakini ‘skenario besar’ itu nyata adanya. Ini bukan orang biasa yang melakukannya, minimal yang mempunyai “kapital atau pengaruh”. Mungkin?

Takut sebenarnya menulis kata itu(konspirasi). Beresiko tinggi. Motif awal sebagai alat-jembatan untuk membuat logika yang lebih canggih sehingga memutuskan untuk melakukan tindakan yang fatal-konyol itu: menghilangkan nyawa. Di samping, ada kepentingan, perebutan-pesanan kekuasaan(jabatan), persaingan bisnis dan, tindakan mengelabuhi kepada tersangka: salah satu skenario negara. Aku tak tahu, tapi itu mungkin sekali terjadi.

Kepolisian: sampai saat ini penyelidikan masih berjalan, belum selesai. Kita bekerja sesuai bukti, saksi dan ada langkah verifikasi agar bisa komprehensif, valid, juga tidak bisa dilawan dengan logika yang, barangkali, berdasarkan asumsi atau duga-an, begitu kata salah satu anggota kepolisian, Humas Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi(AKBP)Chrysnanda Dwi Laksana; dan jangan sampai mengeruhkan suasana dan menghakimi, baik secara hukum maupun pribadi-sosial.

Penyelidikan semetara, katanya, motif awal adalah perempuan. Kemudian terjadi friksi yang berujung pada pemerasan; akhirnya Pak Antasari menyusun rencana dengan Sigid dan Wiliardi untuk melakukan itu(pembunuhan terhadap Nazrudin) dengan menyuruh-mengguna “tangan” beberapa orang; Wiliardi yang ditugaskan mencari orangnya, begitu kata salah satu Reporter investigasi Tempo. Di samping, ada kepentingan yang lebih besar: perebutan kepentingan, pesanan kekuasaan, dan cinta itu sendiri. Tapi, reporter ini menambahkan, kebenaran Jurnalis(hasil investigasi) bertempat satu atap di bawah penyelidikan kepolisian, dan, segala kemungkinan masih bisa terjadi.

Sementara Pengamat sosial dan kriminolog, Andrianus Meliala, mengatakan: sebelum reformasi, konspirasi itu akan(bisa) terjadi kepada siapa saja. Termasuk orang tidak melakukan perbuatan itu, kemudian di Blok up sedemikian rupa seolah-olah itu terjadi. Sekarang, beda. Personal itu melakukan tindakan, baru publik akan menghukum dengan beberapa kasus lain yang mengitarinya, jadi tidak terlalu banyak itu( konspirasi) terjadi pada kasus ini. Dan benar adanya: tidak sebatas perempuan, ada hal lain di belakang itu. Di samping, kasus ini akan menjadi bahan komuditas paling laris di tahun ini(2009), setelah tahun kemarin ada kasus Riyan; karena ada Tokoh besar, skenario besar, dan ada unsur perencanaan.

DPR pun tak kalah ‘girang’ dengan mencuatnya kasus ini. Seolah menjadi pahlawan, dan (paling) tahu hukum perundang-undangan, mereka bersorak-teriak. Mulai dari friksi legalitas KPK— keputusan KPK diambil 5 orang—, mendesak Presiden untuk memberhentikan tetap Ketua KPK itu, bahkan, ada salah satu anggota yang mengganggap, meski menurut saya agak keterlaluan, KPK sudah tidak diperlukan lagi dengan dalih Kepolisian, Kejagung dan instasi Hukum terkait sudah berjalan dengan maksimal dan bagus. Benarkah? Di samping, komoditas isu yang “empuk” guna menyongsong pilpres juli mendatang. Barangkali?

Istri tersangka, Ida Laksmiwati, tampak tegar menghadapi problem ini. Sudah biasa katanya; bukan hal baru lagi. Bahkan dahulu, ketika suaminya menjadi jaksa dan, “mampir” pada kasus Tommy Soeharto, lebih mengerikan dari peristiwa ini. Baik dari ancaman, teror dan pelik-rumitnya friksi; begitu ungkap Ida. Ditanya soal perselingkuhan, dengan nada datar-santai menjawab: saya yakin suami saya tidak begitu. Saya tahu betul karekter dan kebiasaan dia, apalagi dia bukan orang yang romantis. Tapi, dingin dan cool. Sedang, yang(akan) dilakukan dalam menghadapi kasus ini: mengambil hikmah dan tetap memberi dukungan moral-semangat kepada suami dan anak-anak. sehingga semua bisa baik-baik saja, tidak ada yang dirugikan, dan terang-benerang ujung dari semua ini.

KPK Mandul?
Secara emosional akhirnya ada beberapa Instansi yang akan senang, dalam tanda petik, dengan predikat status tersangka kepada Ketua KPK(Non-aktif), Antasari Azhar. Terlihat secara kasat mata: Kepolisian, Kejagung, dan yang biasa terkasus: DPR. Nyata harus diakui, KPK mempunyai prestasi yang boleh dibilang cukup baik, meski tak prestisius, di tahun ini jika dibanding kepengurusan sebelumnya. Terbukti, sampai Besan presiden pun jadi “tumbal” berkait kasus dana aliran BI, Aulia Pohan. Secara tak sadar lembaga ini akan menciutkan kharisma Instasi-instansi yang hampir serupa dalam tugas-peran dan fungsi, terutama kepolisian dan Kejagung yang belakangan lebih banyak dibilang mandul.

Wajar, kejagung begegas mendahului Kepolisian untuk mengumumkan Predikat tersangka itu. Kepolisian pun terbilang ekstra Hati-hati dalam menangani kasus ini; Bambang Hendarso, kepala kepolisian RI menyatakan akan menjadi prioritas untuk kasus ini. Dan saya pun berharap tidak menjadi X-file seperti kasus aktivis Ham Munir, penculikan Para mahasiswa pada 93,96 dan 98, predikat Para tapol PKI yang sampai sekrang belom selesai dan bejibun kasus lain yang lebih penting itu. Semoga?

Bagaimana dengan KPK? Semoga tidak mandul; ini tantangan. Itu pernyataan yang sepertinya pas-cocok ditulis. Mereka hendaknya menjaga rapor yang baik dalam perjalanan beberapa tahun belakangan; meski tanpa kehadiran Antasari(ketua KPK yang Nonaktif itu). Itu sangat mungkin. Menurut beberapa berita, sistem di KPK memungkinkan itu. Di samping lembaga pemberantasan korupsi menganut sistem kolektif, bukan individual dalam pengambilan keputusan. Sedang untuk legalilitas, seperti yang disampaikan beberapa anggota DPR, menurut saya: itu bukan subtansi yang jadi problem. Dan kasus Antasari itu (masih) kasus pribadi; tidak berkaitan dengan institusi KPK sama sekali.

Jadi tak ada alasan KPK 'berhenti' untuk sementara. Tak terbuka kesempatan, KPK untuk cuti dalam menangani kasus yang sudah pernah di ekspos di berita: kasus Abdul Hadi Djamal (dari PAN)dan Rama pratama(PKS)berkait pembangunan dermaga Di Indonesia (bagian)Timur, Aulia Pohan (atas dana Aliran BI)dan beberapa kasus lain. Apa yang akan dilakukan-diambil tindakan oleh KPK? Kita lihat aja perkembangannya. Tapi, apapun yang terjadi supremasi hukum harus tegak di Negeri ini. Bagaimana rekan-rekan, setuju?semoga!

No comments: